IMPLEMENTASI KEPUTUSAN GUBERNUR NO.27 TAHUN 2004 TENTANG STANDART PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR (IS-3)

A. Latar Belakang
Sejak awal dibentuknya organisasi pemerintah (birokrasi), yaitu pada awal kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1945 hingga saat ini telah banyak keluhan bahkan kritikan pedas dari para pemerhati pemerintahan. Sejarah birokrasi di Indonesia memiliki raport buruk, khususnya semasa Orde Baru, di mana yang menjadikan birokrasi sebagai mesin politik. Imbas dari itu semua, masyarakat harus membayar biaya yang mahal, ketidakpastian waktu, ketidakpastian biaya dan ketidakpastian siapa yang bertanggung jawab adalah beberapa fakta empiris rusaknya layanan birokrasi.


Lebih dari itu, layanan birokrasi justru menjadi salah satu causa prima terhadap maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme. Pejabat politik yang mengisi birokrasi pemerintah sangat dominan. Kondisi ini cukup lama terbangun sehingga membentuk sikap, perilaku dan opini bahwa pejabat politik dan pejabat birokrasi tidak dapat dibedakan .

Dari berbagai sumber disebutkan bahwa setidaknya ada tiga penyebab ketidakberfungsian birokrasi dalam menjalankan tugasnya saat ini sehingga merusak struktur dan pondasi ekonomi – sosial – politik di Indonesia. Ketiga penyebab ketidakberfungsian birokrasi tersebut ialah permasalahan struktur birokrasi, permasalahan budaya dan nilai yang berkembang dalam birokrasi, dan permasalahan lingkungan birokrasi itu sendiri.

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik khususnya yang berkaitan dengan pelayanan publik harus dilaksanakan secara akuntable, responsif, dan efisien. Suatu pelayanan publik bisa dapat dikatakan memiliki akuntabilitas tinggi apabila kegiatan tesebut dianggap benar dan sesuai dengan nilai-nilai serta norma-norma yang berkembang di dalam masyarakat. Artinya, pelayanan publik yang baik relatif harus berdasar pada kepuasan atau setidaknya berdasar pada apa yang diinginkan oleh masyarakat .

Pelayanan publik yang saat ini banyak menjadi sorotan adalah bidang kesehatan. Hal ini diakibatkan oleh kebutuhan masyarakat di bidang kesehatan yang semakin meningkat dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan juga semakin meningkat. Namun, hal tersebut tidak disertai dengan manajement pelayanan kesehatan yang baik oleh pemerintah. Tidak itu saja, bidang kesehatan adalah salah satu bidang pelayanan publik yang pelayanannya cukup mengecewakan, banyak masyarakat miskin yang tidak mendapatkan akses kesehatan yang layak

Dengan motifasi guna memberikan manajemen pelayanan yang baik di bidang kesehatan, Pemerintah Pusat melalui Keputusan Menteri Kesehatan No.1457/MENKES/SK/X/2003 tentang standart pelayanan minimal bidang kesehatan kabupaten / kota, kemudian diperkuat oleh Keputusan Gubernur Jawa Timur No.27 Tahun 2004 tentang standart pelayanan minimal (SPM) bidang kesehatan kabupaten / kota di Jawa Timur telah menetapkan sebanyak 26 jenis pelayanan disertai dengan 47 indikator kinerjanya untuk dilaksanakan oleh setiap kabupaten / kota di Jawa Timur. Ditambah lagi dengan layanan tambahan sebanyak 7 jenis layanan dengan 7 indikator kinerja.

Dengan berdasar pada Keputusan Menteri Kesehatan, Kabupaten Sampang telah melaksanakan standart pelayanan minimal (SPM) bidang kesehatan pada tahun 2003. Semua point pelayanan yang ada di dalam standart pelayanan minimal (SPM) kesehatan dilaksanakan, termasuk juga pelayanan penyelenggaraan pembiayaan untuk keluarga miskin dan masyarakat rentan yang dirasa sangat bersentuhan dengan kepentingan mayoritas masyarakat Sampang.

Data BPS pada tahun 2001 menunjukkan ada 2.196.363 rumah tangga miskin, atau 23,12 persen dari 9.499.756 jumlah rumah tangga yang ada di Jatim. Jumlah rumah tangga yang paling banyak dililit kemiskinan berada di Kabupaten Bondowoso, yakni 45 persen. Disusul Sampang (43,22 persen), Situbondo (33,75 persen), Ponorogo (33,06 persen), Pacitan (33,05 persen), Probolinggo (30,73 persen), dan Bojonegoro (30,62 persen). Dari 38 kabupaten/kota di Provinsi Jatim, penduduk miskin terbanyak berada di Kabupaten Sampang. Persentase penduduk miskin di kabupaten itu mencapai 45,69 persen dari 750.046 penduduk Sampang atau dengan kata lain ada 342.725 jiwa penduduk miskin di Sampang .

Jenis pelayanan penyelenggaraan pembiayaan untuk keluarga miskin dan masyarakat rentan menjadi sangat penting, karena melihat kondisi nyata masyarakat Sampang, di mana kesejahteraan masyarakatnya masih rendah, akses untuk memperoleh kesehatan rendah, pengetahuan akan kesehatan juga sangat rendah. Dengan implemntasi pelayanan penyelenggaraan pembiayaan untuk keluarga miskin dan masyarakat rentan, diharapkan masyarakat miskin yang berada di Kabupaten Sampang dapat menikmati pelayanan kesehatan yang memadai dari Pemerintah Kabupaten Sampang dalam hal ini adalah Dinas Kesehatan melalui puskesmas-puskesmas yang telah disediakan.


Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Cara Seo Blogger

Contoh Tesis Pendidikan