ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR FUNDAMENTAL TERHADAP TINGKAT UNDERPRICING PADA PENAWARAN UMUM PERDANA DI BURSA EFEK JAKARTA (KE-24)

Kebutuhan modal suatu perusahaan akan semakin meningkat seiring dengan  perkembangan dan pertumbuhan perusahaan, hal ini mengharuskan pihak  manajemen  untuk memperoleh tambahan dana baru. Jika manajemen memutuskan   untuk   menambah   jumlah   kepemilika saha mak dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain menjual kepada pemegang saham yang  sudah  ada,  menjual  langsung  kepada  pemilik  tunggal  secara  privat (private placement), menjual kepada karyawan melalui ESOP (employee stock ownership plan), menambah raham melalui dividen yang tidak dibagi (dividen reinvestment plan), atau menawarkan kepada publik (Brigham, 1993).

Sebelu perusahaan   menawarkan   sahamny di   pasar   sekunder (secondary market), perusahaan harus melalui tahap penawaran saham pada pasar  perdana  (primary  market)  yang  lebih  dikenal  sebagai  Initial  Public Offering (IPO) atau go-public. Perusahaan akan melakukan go-public apabila dengan            melakukan go-public      tersebut perusahaan akan  memperoleh keuntungan (Brigham,  1993). Harga yang ditawarkan pada pasar penawaran perdana (IPO) belum memiliki harga pasar sekunder. Di  dalam  <.span>kegiatan  penawaran  umuperdana  (IPO)  terdapat  suatu fenomena menarik yang disebut dengan underpricing dimana harga  saham yang ditawarkan pada pasar perdana lebih rendah dibandingkan dengan harga saham  ketika diperdagangkan di pasar sekunder. Fenomena underpricing di dalam  IPO  ini  dikenal  hampir  diseluruh  dunia.  Dari  beberapa  penelitian menunjukan  bahwa  underpricing  terjadi  hampir  pada  setiap  pasar  efek  di seluruh dunia, Amerika  Serikat  (Ritter,  1991),  Kuala  Lumpur (Ranko  dkk, 1998),  Korea  (Kim  dkk,  1993),  Hongkong  (Mc  Guinnes,  1992),  serta  di Australia (How, 1995 dan Lee dkk, 1996) dalam H.I. Dianingsih (2003). Hal ini juga  terjadi pada pasar efek di Indonesia.  Penelitian dari Suad  Husnan (1996) dalam  Ghozali  dan  Mudrik  (2002)  menunjukkan  bahwa penawaran saham   perdan pad perusahaan-perusahaa privat   maupun   BUMN   di Indonesia   umumny mengalam underpricing 
Secara  mendasar  underpricing  disebabkan  oleh  kepentingan  dari pihak-pihak yang terkait dalam penawaran saham perdana.  Harga saham yang dijual di  pasar perdana ditentukan berdasarkan kesepakatan antara penjamin emisi (underwriter) dan emiten (issuers), sedangkan harga di pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran (Sunariyah, 2004).
Berbagai   macam  teori   telah   dikemukakan  oleh  para  ahli   untuk menjelaskan penyebab terjadinya fenomena underpricing. Ritter (1984) dalam Ernyan   dan  Husnan  (2002),  menyatakan  bahwa  pada  penawaran  saham perdana,  saham-saham  yang  beresiko  tinggi  akan  mengalami  underpricing yang  lebih  besa daripada  saham  yang  beresiko  rendah.  Baron  (1982) menawarkan      hipotesis Asimetri  Informasi  yang                     menjelaskan  bahwa underpricing  diakibatkan  oleh  adanya  perbedaaan  informasi  yang  dimiliki oleh   pihak-pihak  yang  terlibat  dalam  penawaran  perdana,  yaitu  emiten (perusahaan   yang   melakukan   IPO),   penjamin   emisi   (underwriter),   dan masyarakat pemodal (investor). Underwriter memiliki informasi tentang pasar yang  lebih  lengkap   daripada  emiten  sedangkan  terhadap  calon  investor, penjamin emisi memiliki informasi yang lebih lengkap tentang kondisi emiten. Semakin besar asimetri informasi yang dihadapi oleh investor maka semakin besar resiko yang ditanggung oleh  investor, sehingga semakin besar tingkat keuntungan  yang  diharapkan  oleh  investor   dalam  melakukan  penawaran perdana.
Menurut Morris (1987) dalam Haryanto (2003), mengemukakan teori lain yang  dapat      digunakan          untuk                               menjelaskan      penyebab terjadinya underpricing yaitu teori Signaling.  Teori  ini menjelaskan bahwa pada saat melakukan   penawaran   umum calon   investor   tidak   sepenuhny dapat membedakan antara perusahaan yang berkualitas baik dan perusahaan yang berkualitas  buruk.  Perusahaan  yang  berkualitas  baik  dengan  sengaja  akan memberikan  sinyal  pada  pasar,  dengan  demikian  pasar  diharapkan  dapat membedakan  antara  perusahaan  yang  berkualitas  baik  dengan  perusahaan yang  berkualitas buruk. Bentuk dari sinyal positif yang disampaikan kepada pasar  dapa berupa  penggunaan  underwriter  yang  berkualitas,  besarnya proporsi saham yang ditahan, nilai penawaran saham, dan informasi akuntansi lainnya. Dalam memberikan sinyal kepada pasar, perusahaan berkualitas akan berusaha sebaik mungkin untuk menggunakan sinyal yang efektif dan tidak mudah ditiru oleh perusahaan lainnya.
Harga  saham  yang  ditawarkan   pada  saat   melakukan   penawaran perdana  merupakan faktor penting  dalam menentukan berapa besar  jumlah dana  yang  diperoleh  perusahaan  (emiten).  Pada  penjualan  saham  perdana, perusahaan  akan  menerima  uang  tunai  dan  keuntungan  dari  selisih  harga nominal saham dengan harga saham pada pasar perdana (Arifin, 2004). Harga saham pada  dasarnya  merupakan  pencerminan  besarnya  pengorbanan yang harus  dilakukan  oleh  setiap  investor  untuk  penyertaan  dalam  perusahaan. Permasalahannya adalah perusahaan  tidak  ingin  menawarkan  saham perdananya  dengan  harga  yang  terlalu  underpriced  (harga  terlalu  rendah) kepada  calon   investor   dengan   tujuan  mengumpulkan  dana  lebih  besar, sedangkan  investor  menginginkan  untuk  memperoleh  imbalan  dari  resiko ketidakpastian yang terdapat dalam pembelian saham perdana.
Informasi  merupakan  suatu  kebutuhan  yang  sangat  penting  bagi investor   dalam  mengambil  keputusan  untuk  melakukan  investasi  pada penawaran  saham  perdana  (Sunariyah,  2004).  Beberapa  hal  menimbulkan ketidakpastian  bagi  calon  investor  dalam  mengambil  keputusan  investasi seperti  keraguan atas kinerja dan nilai perusahaan yang sebenarnya, saham yang belum memiliki track record (sejarah), dan isu-isu berkembang seputar penawaran perdana.  Ketidakpastian  tersebut menimbulkan  resiko bagi  para investor  dalam  melakukan  investasi  pada  saham  perdana.  Semakin  tinggi resiko yang dihadapi oleh investor  maka semakin tinggi ekspektasi investor untuk memperoleh keuntungan yang besar dalam melakukan investasi pada penawaran  perdana  (Arifin,  2004).  Informasi  yang  dapat  digunakan  oleh investor   dalam  pengambilan  keputusan  investasi  dapat  berupa  informasi akuntansi  (kuantitatif)  yang  menjelaskan  kinerja  perusahaan  dan  informasi non  akuntansi   (kualitatif)   seperti  underwriter   (penjami emisi),  auditor independen, konsultan hukum, nilai penawaran saham, persentase saham yang ditawarkan, umur perusahaan, jenis industri dan informasi kualitatif lainnya.
Underwrite sebagai  pihak   luar   yang   menjembatani   kepentingan emiten  dan investor  diduga  berpengaruh terhadap tinggi  rendahnya  tingkat underpricing  (Balvers,  1989).  Penjamin  emisi  (underwriter)  dapat  berupa perusahaan  swast atau  BUMN   yang   menjadi   penanggung   jawab   atas terjualnya  efek  emiten  kepada  investor.  Underwriter  memperoleh  komisi berdasarkan persentase dari nilai saham yang terjual. Underwriter dinilai oleh investor berdasarkan kemampuannya  untuk memberikan penawaran dengan initial return yang tinggi bagi para investor. Apabila underwriter gagal, maka akan mempengaruhi reputasinya di mata investor, sehingga dapat menghambat perusahaan  penjamin  emisi  untuk  memperoleh  transaksi  potensial  di  masa depan. Namun underwriter juga tidak dapat menentukan harga perdana yang terlalu underprice  dikarenakan emiten menginginkan dana hasil  penawaran perdana yang besar dan underpricing merupakan biaya yang harus ditanggung oleh emiten.
Penentuan  harga  saham   perdana             ditentukan  oleh   emiten    dan underwriter.  Underwrite sebagai  pihak  penghubung  antara  emiten  dan investor berperan penting dalam menentukan harga perdana saham (Carter dan Manaster,  1990).  Ketika  perusahaan  yang  ditawarkan  mempunyai  tingkat ketidakpastian yang tinggi, maka tingkat underpricing akan semakin tinggi. Hal  in dilakukan  oleh  underwriter  untuk  memberikan  kompensasi  bagi investor yang bersedia untuk menanggung resiko tinggi dalam ketidakpastian investasi   tersebut.   Kim   dkk   (1993)   menyatakan   bahw emiten   yang menggunakan  penjamin  emisi  yang  berkualitas  atau  bereputasi  baik  akan mengurangi resiko yang tidak  dapat diungkapkan oleh informasi prospektus dan  menandakan  bahwa  informas privat  dari  emiten  mengenai  prospek perusahaan   di   masa   mendatan tida menyesatkan.   Ki dkk   (1993) membuktikan bahwa reputasi penjamin emisi memiliki hubungan yang negatif dan signifikan dengan tingkat underpricing. Penelitian ini didukung juga oleh Wolf dan Cooperman,  Chalk  dan Pearry (1986) dan Beatty  (1989);  dalam How (1995). Hal ini  bertentangan dengan penelitian Trisnawati (1998) yang menyatakan bahwa  hubungan tersebut  tidak signifikan  dan Daljono  (2000) yang menemukan hubungan positif.
Umur  perusahaan  merupakan  hal  yang  dipertimbangkan  investor dala menanamkan   modalnya Umur   perusahaan   menunjukkan   bahwa perusahaan sudah memiliki pengalaman dan kemampuan untuk bertahan dari persaingan  bisnis.  Beatty  (1989)  menunjukan  hubungan  statistis  signifikan positif. Hal ini  didukung oleh Trisnawati (1998). Sedangkan How (1995) dan Henny Irnawan (2002) menunjukan hasil yang negatif.
Ukuran             perusahaan  (size)  dapat digunakan          sebagai proksi ketidakpastian  (uncertainty  ex-ante)  terhadap  keadaan  perusahaan  dimasa yang  akan  datang.  Ukuran  perusahaan  diukur  dengan  menggunakan  total aktiv perusahaan  pada  periode  terakhir  sebelum  melakukan  penawaran perdana. Kim dkk (1993) menunjukkan hubungan yang negatif antara ukuran perusahaan dengan nilai dimasa yang akan datang, namun Indriantoro (1998) dan  Nasirwan  (2002)  tidak  menemukan  hubungan  yang  signifikan  antara ukuran perusahaan dengan        tingkat                                    underpricing.              Rufnialfian (1999) menemukan  bahwa  ukuran  perusahaan  berpengaruh  positif  terhadap  initial return.
Nilai   penawaran   saham   yang   ditawarka kepada   publik   dapat memberikan informasi mengenai kebutuhan keuangan perusahaan. Kebutuhan akan  dana yang besar menunjukkan bahwa perusahaan sedang berkembang da memiliki   kinerja   yang   tinggi,   sehingg dapat   mengurangi   tingkat ketidakpastian  bagi  investor  dalam  melakukan  investasi  pada  perusahaan. Sebelum saham  memasuki  pasar  sekunder,  semakin  besar  nilai  penawaran mak tingka ketidakpastian   aka semakin   keci (Christ dkk,   1996). Penelitian ini didukung oleh Chalk dan Pearry (1986), Wolf dan Cooperman, serta   Beatty   (1989 dala Ho (1995).   Namun   bertentangan   dengan Trisnawati (1998) dan Daljono (2000) yang menunjukan hasil tidak signifikan.
Financia leverag secara   teoritis   menunjukan   resiko   sehingga digunakan sebagai proksi ketidakpastian (Trisnawati, 1998). Kim dkk (1993) menemukan hubungan  yang signifikan  positif antara financial leverage dan initial return, hal ini didukung oleh How (1995) namun bertentangan dengan Hedge dan Miller (1996) yang menunjukan hasil signifikan negatif.
Fractional                        holding    merupakan     persentase     dari     jumlah saham perusahaan yang ditahan oleh pemegang saham sebelumnya. Jumlah saham yang  ditahan  dapat  dijadikan  suatu  indikasi  bahwa  perusahaan  memiliki informasi  mengenai  nilai  saham  dimasa  yang  akan  datang.  Grinblat  dan Hwang (1989)  dalam  Sumarso (2003) menyatakan bahwa untuk  mengatasi masalah  asimetri  informasi,  perusahaan  (issuers)  akan  memberikan  sinyal pada pasar dengan cara menahan sebagian sahamnya pada penawaran perdana. Menurut  H.I.  Dianingsih   (2003)   besarnya  saham  yang  ditahan  memiliki pengaruh yang negatif terhadap tingkat underpricing.
Dari uraian tersebut terdapat ketidak konsistenan dari hasil penelititan baik  dari  luar  negeri  maupun  Indonesia.  Hal  ini  menunjukkan  perlunya dilakukan   penelitian  kembali  terhadap  faktor-faktor  yang  mempengaruhi tingkat underpricing  pada penawaran saham perdana. Maka dari itu, penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul ”Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Fundamental   Terhadap   Tingkat   Underpricin Pada   Penawaran   Umum Perdana di Bursa Efek Jakarta.



Judul : ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR FUNDAMENTAL TERHADAP TINGKAT UNDERPRICING PADA PENAWARAN UMUM PERDANA DI BURSA EFEK JAKARTA (KE-24)



Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Cara Seo Blogger

Contoh Tesis Pendidikan