Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (Bpd) Dalam Legislasi Peraturan Desa (Studi Kasus Di Desa Jatiroto Kecamatan Kayen Kabupaten Pati) (HK-28)

BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang
Desa  merupakan   satu   kesatuan   masyarakat   hukum maka   dalam kehidupan  dibatasi oleh sebuah peraturan yang harus ditaati, peraturan dibuat dengan tujuan agar dalam  kehidupan bermasyarakat tercipta suatu kehidupan yang harmonis, adil, aman dan makmur.
Pemerintahan  Desa  adalah  kegiatan  pemerintahan  yang  dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan  Badan  Permusyawaratan Desa. Badan Permusyawaratan  Desa yang    seterusnya        disebut BPD     adalah         Badan Permusyawaratan yang terdiri atas pemuka-pemuka masyarakat yang ada di Desa  yang   berfungsi  mengayomi adat-istiadat, membuat  Peraturan  Desa, menampung  dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan  terhadap penyelenggaraan  pemerintahan  desa   (Peraturan pemerintah No. 72 tahun 2005 tentang Desa).
Berdasarkan ketentuan di atas,  kedudukan, wewenang, fungsi, dan tugas Badan Perwakilan Desa (BPD) sangat menentukan dalam proses pemerintahan desa. Pertama, yaitu  sebagai satu-satunya lembaga perwakilan yang berfungsi sebagai saluran utama aspirasi warga desa, tidak hanya berperan sebagai badan legislasi,         melainkan         juga  sebagai arsitek perubahan  dan    pembangunan masyarakat. Hal itu bisa membuat BPD menjadi aktor dan pelopor demokrasi di desa.   Kedua,  berkenaan dengan  wewenang  BPD yang  dapat  menjatuhkan Kepala Desa  sebelum masa jabatannya berakhir menempatkan anggota BPD kepada  posisi  yang  sangat  menentukan dan  berakses  terbentuknya arogansi yang bisa merugikan masyarakat, jika anggota BPD mempunyai kepentingan di luar kepentingan rakyat umumnya. Ketiga, BPD yang mengadopsi para aktivis Partai Politik, memungkinkan otoritas partai bermain melalui  mereka, yang dapat menempatkan warga desa sebagai objek persaingan elit partai politik di desa.

Dibutuhkan kualitas anggota-anggota BPD yang handal dalam berperan sesuai dengan fungsi, kedudukan, dan tanggung jawabnya. Kualitas BPD dapat diukur  dari lima hal,    yaitu     kapabilitas, akseptabilitas, responsibilitas, sosiabilitas, dan akuntabilitas. Kelima  hal ini merupakan tolok ukur terhadap kualitas ideal dari anggota-anggota BPD. Kelima  indikator kualitas ini juga sekaligus  merupakan  kebutuhan  yang  harus  segera dimiliki  oleh  anggota- anggota BPD agar dapat benar-benar berperan sebagai legislator dan kontroling yang mampu menciptakan demokratisasi di desa.
Realitas yang  ada  di  Pemerintahan  Desa  Jatiroto,  BPD  mempunyai sumber daya manusia yang kemampuan melaksanakan fungsi strategis sebagai legislator  dan  kontroling tidak  maksimal  karena  pendidikan  mereka  secara umum hanya SMA. Praktis kemampuan pelaksanaan fungsi strategis tersebut tidak bisa berjalan efektif. Dari 13 anggota BPD, 5 (lima) orang berpendidikan SMA, 5 (lima) orang berpendidikan SMP dan 3 (tiga) orang berpendidikan SD (Wawancara dengan Romyati, Sekretaris BPD tanggal 22 Desember 2008).
Kemampuan menyusun perundang-undangan menjadi kemahiran mutlak yang mestinya dimiliki oleh anggota BPD sejajar dengan fungsi legislator dan kontroling. Oleh karena itu perlu ada kemahiran membuat Peraturan Desa yang berguna mewujudkan keadilan, kesejahteraan dan ketentraman di pemerintahan desa.
BPD sebagai badan legislasi Desa mempunyai hak untuk mengajukan rancangan  Peraturan  Desa,  merumuskannya  dan  menetapkannya  bersama Pemerintah Desa. Pembuatan Peraturan Desa sangat penting, karena desa yang sudah dibentuk harus memiliki  landasan hukum dan   perencanaan yang jelas dalam setiap aktivitasnya. Peraturan Desa yang  dibuat harus berdasarkan atas masalah yang ada dan masyarakat menghendaki untuk dibuat  Peraturan Desa sebagai upaya penyelesaian permasalahan.
Peran BPD dan Pemerintah Desa sangat penting, salah satunya sebagai penyalur aspirasi  masyarakat.  Usulan  atau  masukan  untuk  rancangan  suatu Peraturan Desa dapat datang dari masyarakat dan disampaikan melalui BPD. Inisiatif juga bisa datang dari Kepala  Desa. Usulan-usulan tersebut dilakukan pemeriksaan apakah usulan tersebut mencakup  semua keperluan warga desa atau  masalah  tersebut  datangnya  hanya  dari satu  golongan  tertentu  untuk memenuhi kepentingan mereka sendiri. Berkenaan dengan hal itu, BPD harus tanggap terhadap kondisi sosial masyarakat, setiap keputusan yang dihasilkan diharapkan  mampu  membawa  sebuah  perubahan  yang  bersifat  positif  bagi semua warga desa.
Inisiatif dalam  pembuatan  Peraturan  Desa  baik  yang  datangnya  dari anggota  BPD maupun  dari  Kepala  Desa  terlebih  dahulu  dituangkan  dalam rancangan   Peraturan  Desa.   Rancangan   yang   datang   dari   Kepala   Desa diserahkan kepada BPD untuk dibahas dalam rapat BPD untuk mendapatkan persetujuan dari anggota BPD, demikian juga  sebaliknya apabila rancangan Peraturan Desa datang dari BPD maka harus dimintakan  persetujuan Kepala Desa.  Setelah  mendapatkan  persetujuan  bersama,  maka rancangan  tersebut diserahkan kepada Desa untuk dijadikan sebuah Peraturan Desa.
BPD sebagai penyalur aspirasi masyarakat belum dapat berperan secara maksimal, masalah ini dialami oleh desa-desa lain, begitupun dengan kondisi BPD Jatiroto yang sering mengungkapkan permasalahan tentang kesejahteraan anggotanya dan belum menyangkut tentang permasalahan yang dialami warga sekitar.  Hal  ini  menyebabkan kurangnya   kepercayaan  dalam  pembuatan Peraturan Desa,           karena   sebelum         Peraturan   Desa    ditetapkan  harus disosialisasikan kepada masyarakat terlebih dahulu.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh      permasalahan   yang  sebenarnya tentang “FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA  (BPD)  DALAM   LEGISLASI PERATURAN DESA  (Studi  Kasus  di  Desa  Jatiroto  Kecamatan  Kayen Kabupaten Pati)”.



Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

1 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Cara Seo Blogger

Contoh Tesis Pendidikan