Pengaruh Persepsi Siswa tentang Kepribadian Guru Pendidikan Agama Islam terhadap Minat Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Sumbergempol (PAI-38)



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam proses belajar apapun itu, satu hal yang penting harus kita miliki salah satunya adanya minat dari diri kita. Diperlukan semacam dorongan dari jiwa yang dapat mengarahkan kita kepada kegemaran tersebut. Dorongan itu merupakan penggerak manusia untuk beraktifitas yang tanpa dorongan tersebut manusia tidak akan beraktifitas sama sekali ataupun bila ia beraktifitas tentu tidak disertai dengan kesadaran. “Dorongan jiwa pada tingkat yang tinggi lazim disebut “minat” yang dapat mengarahkan sekaligus menggairahkan seseorang kepada suatu kegemaran.”[1]
Untuk mencapai prestasi yang baik disamping kecerdasan juga minat, sebab tanpa adanya minat segala kegiatan akan dilakukan kurang efektif dan efesien.
Karena itu minat adalah kata kunci dalam pengajaran. Kaidah ini lebih perlu diperhatikan dibanding dengan kaidah lainnya. Kaidah ini terutama amat berpengaruh pada pengajaran tingkat rendah. Bila murid telah berminat terhadap kegiatan belajar mengajar, maka hampir dapat dipastikan proses belajar mengajar itu akan berjalan dengan baik dan hasil belajar akan optimal.[2]

Tidak ada sang juara tanpa belajar dengan sungguh-sungguh. Bukan seperti dalam cerita, seorang murid yang waktu pelajaran tidak pernah hadir, dan ia hanya tidur-tiduran kemudian mengharap mendapat ilmu laduni, tiba-tiba bisa menguasai ilmu yang diajarkan gurunya.
Seorang pelajar yang mungkin sebenarnya memiliki bakat terpendam dalam bidang seni, tapi karena tidak ada usaha untuk mengembangkan sehingga bakat tadi tidak berbuah apa-apa tapi justru makin terpendam lagi. Dan itu banyak sekali penyebabnya. Diantaranya lingkungan yang tidak kondusif, manajemen sekolah yang kurang baik, kesibukannya yang sangat padat di luar sekolah (meskipun terkadang hal ini justru menjadi pemicu kedisiplinan), teman-teman sepergaulan yang kurang sejalan dengan arah bakatnya, dan juga faktor guru. Faktor guru yang dimaksud misalnya kurang baik kedisiplinan maupun kepribadiannya, kurang menguasai materi, dan lain-lain. Bahkan ada yang berpendapat bahwa siswa-siswi itu menjadi berminat atau tidaknya terhadap mata pelajaran lebih karena faktor guru. “Al thariqah ahammu min al maddah walakinna al mudarris ahammu min al thariqah (metode lebih penting daripada materi, tetapi guru lebih penting daripada metode).”[3]
Guru merupakan figur manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan. Sebab dalam kegiatan belajar mengajar peran guru sangat menentukan arah pendidikan tersebut sekaligus bertanggung jawab atas keberhasilan proses belajar mengajar.
Salah satu hal yang perlu dipahami guru untuk mengefektifkan proses pembelajaran adalah bahwa semua peserta didik dilahirkan dengan rasa ingin tahu yang tak pernah terpuaskan, dan mereka memiliki potensi untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Oleh karena itu tugas guru yang paling utama adalah bagaimana membangkitkan rasa ingin tahu peserta didik agar tumbuh minat dan motivasinya.
Dari sekian banyak faktor penyebab meningkatnya minat peserta didik, kepribadian guru adalah salah satunya. Kepribadian merupakan faktor penting bagi seorang guru karena kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan mejadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik.

Ujian berat bagi guru dalam hal kepribadian ini adalah rangsangan yang memancing omosinya. Kestabilan emosi amat diperlukan, namun tidak semua orang mampu menahan emosi terhadap rangsangan yang menyinggung perasaan, dan memang diakui bahwa tiap orang mempunyai temperamen yang berbeda dengan orang lain. Untuk keperluan tersebut, upaya dalam bentuk latihan mental akan sangat berguna. Guru yang mudah marah akan membuat peserta didik takut dan ketakutan menyebabkan kurangnya minat untuk mengikuti pelajaran serta rendahnya konsentrasi, karena ketakutan menimbulkan kekuatiran untuk dimarahi dan hal ini membelokan konsentrasi peserta didik.[4]

Guru PAI terutama dituntut untuk dapat menjadi suri tauladan dan pembimbing bagi siswanya, sehingga ia harus memiliki sifat yang baik dan lemah lembut.
Dalam al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 159 Allah swt berfirman :

Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.[5]
Pada ayat ini, disebutkan tiga sifat dan sikap secara berurutan disebut dan diperintahkan kepada Nabi Muhammad saw. untuk beliau laksanakan sebelum bermusyawarah. Penyebutan ketiga hal itu walaupun dari segi konteks turunnya ayat, mempunyai makna tersendiri yang berkaitan dengan perang Uhud. Namun, dari segi pelaksanaan  dan esensi musyawarah, ia perlu menghiasi diri Nabi saw. dan setiap orang yang melakukan musyawarah. Setelah itu, disebutkan lagi satu sikap yang harus diambil setelah adanya hasil musyawarah dan bulatnya tekad.
Pertama, adalah berlaku lemah-lembut, tidak kasar dan tidak berhati keras. Seorang yang melakukan musyawarah, apalagi yang berada dalam posisi pemimpin, yang pertama ia harus hindari ialah tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala, karena jika tidak, maka mitra musyawarah akan bertebaran pergi. Petunjuk ini dikandung oleh penggalan awal ayat di atas sampai firman-Nya: wa lau kunta fazh-zhan ghalizh alqalb lanfadhdhu min haulik. Kedua, memberi maaf dan membuka lembaran baru. Dalam bahasa ayat di atas fa' fu anhum. "Maaf", secara harfiah berarti "menghapus." Memaafkan, adalah menghapus bekas luka hati akibat perlakuan pihak lain yang dinilai tidak wajar. Ini perlu, karena tiada musyawarah tanpa pihak lain, sedangkan kecerahan pikiran hanya hadir bersamaan dengan sirnanya kekeruhan hati.[6]
Di sisi lain, yang bermusyawarah harus menyiapkan mentalnya untuk selalu bersedia memberi maaf, karena boleh jadi ketika melakukan musyawarah terjadi perbedaan pendapat, atau keluar dari pihak lain kalimat atau pendapat yang menyinggung, dan bila mampir ke hati akan mengeruhkan pikiran, bahkan boleh jadi mengubah musyawarah menjadi pertengkaran.[7]
Seorang pendidik harus mempunyai kepribadian yang kuat, tidak cacat dan diragukan agar mempunyai pengaruh terhadap obyek didiknya. Kepribadian yang kuat tidak memerlukan banyak hukuman (sanksi), sebaliknya akan mampu mencegah terjadinya banyak kesalahan dan mampu menanamkan keyakinan dalam diri.[8]

Dalam melaksanakan tugas mengajar, seorang pendidik dituntut mempunyai seperangkat prinsip kegunaan, di antaranya:
1.      Kegairahan dan kesediaan untuk mengajar seperti memperhatikan: Kesediaan, kemampuan, pertumbuhan dan perbedaan anak didik.
2.      Membangkitkan gairah anak didik.
3.      Menumbuhkan bakat dan sikap anak didik yang baik.
4.      Mengatur proses belajar mengajar yang baik.
5.      Memperhatikan perubahan-perubahan kecenderungan yang mempengaruhi proses mengajar.
6.      Adanya hubungan manusiawi dalam proses belajar mengajar.[9]

Pada poin kedua di atas, sekali lagi dapat kita pahami bahwa tugas guru adalah juga termasuk membangkitkan gairah (minat) para peserta didik.
Di samping itu menjadi bersalah bagi pendidik jika terlebih dahulu pada pikiran murid ditanamkan persepsi bahwa untuk bisa menjadi orang berilmu itu perlu melakukan hal-hal sulit, yang yang mengakibatkan persepsi siswa menjadi terbebani dengan ketakutan pada jalan yang akan ditempuh dalam belajarnya.
Menurut Aidh al Qarny, di antara para pendidik ada yang memiliki kemampuan yang mengagumkan dalam mempersulit ilmu terhadap para pelajar, bahwa siapa yang ingin mencari ilmu harus memfokuskan diri dari segala hal dan tidak menyibukkan diri kecuali dengan ilmu. Dengan demikian, bagi pelajar menuntut ilmu merupakan cara yang paling sulit.[10]
Tentang berperan pentingnya persepsi terhadap sikap seseorang selanjutnya, Abdul Mujib menerangkan bahwa iblis hingga sebagaimana sekarang menjadi musuh bagi manusia mula-mula berawal dari persepsi psikologis iblis. “Ia menduga bahwa substansi dirinya lebih baik daripada substansi manusia. Ia tercipta dari api, sedang manusia tercipta dari tanah.”[11]
Guru agama di samping melaksanakan tugas pengajaran, yaitu memberitahukan pengetahuan keagamaan ia juga melaksanakan tugas pendidikan. Seorang guru terutama guru agama yang mempunyai kepribadian dan perilaku yang baik menurut persepsi siswa akan dihormati, disayangi dan dipatuhi dengan gembira oleh anak  didik. Pribadinya akan dicontoh dan pelajarannya akan diperhatikan serta diminati oleh anak didik.


Untuk mendapatkan FILE LENGKAP dalam bentuk MS-Word Mulai BAB 1 s.d. DAFTAR PUSTAKA, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Cara Seo Blogger

Contoh Tesis Pendidikan